Custom Search
Rabu, 28 September 2011

Perubahan DAlam Diri Individu dan Organisasi


PERUBAHAN DALAM DIRI INDIVIDU DAN ORGANISASI

Perubahan Organisasi
            “Hanya ada satu yang tidak berubah di dunia ini, yaitu perubahan itu sendiri”. Ada banyak kondisi yang menuntut perubahan organisasi, yaitu antara lain kondisi angkatan kerja (lebih terdidik, lebih banyak tuntutan), teknologi (lebih canggih, lebih cepat, lebih inovatif), ekonomi (persaingan pasar global, krisis ekonomi global), sosial (tuntutan lingkungan yang sehat, standard kelayakan hidup, usia pernikahan dan perceraian yang meningkat) dan politik (kebijakan-kebijakan politis yang terkit dengan organisasi, mis. standard upah, undang-undang HAM, dsb.). Kondisi-kondisi tersebut menuntut organisasi untuk berubah jika ingin tetap eksis dan berkembang.
            Ada dua macam perubaham dalam organisasi. Pertama dalah perubahan yang linier dan berkesinambungan, yaitu perubahan yang teratur (karena pertimbangan intra / dalam organisasi) tanpa perubahan yang mendasar / radikal berdasarkan pertimbangan kondisi ekstra / di luar organisasi. Misalnya perubahan karena memang sudah waktunya pergantian pimpinan, sehingga perlu promosi jabatan. Jika perubahan ekstra lebih cepat daripada intra, maka organisasi dengan perubahan yang hanya linier akan mengalami ketinggalan. Maka diperlukan macam perubahan yang kedua yaitu perubahan multidimensional atau multistrata, sifatnya tidak berkesinambungan (dapat terjadi pelompatan) dan lebih radikal / mendasar, karena pertimbangan kondisi ekstra / di luar organisasi. Perubahan yang mendasar dapat meliputi perubahan tujuan / visi organisasi, perubahan iklim dan budaya organisasi, perubahan struktur dan sistem organisasi.
            Perubahan yang radikal memerlukan agen perubahan yaitu orang yang bertindak sebagai katalis / penghantar dan pemikul tanggungjawab dalam mengelola kegiatan perubahan. Agen perubahan tersebut dapat berupa manager, non-manager / karyawan atau bahkan konsultan luar. Namun yang lebih lazim dan efektif sebagai agen perubahan adalah top manager atau eksekutif senior.




Penghambat Perubahan

Faktor-faktor Penghambat Perubahan Individu
  1. Kebiasaan, merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita, karena kita merasa nyaman dengan tingkah laku tsb. Perubahan dapat menggoncang rasa nyaman.
  2. Keamanan, misalnya mengubah cara kerja padat karya ke padat modal dapat memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai karena kuatir dapat di PHK.
  3. Ekonomi, berkaitan dengan pendapatan misalnya pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur, atau ketentuan target penjualan yang baru memunculkan kekuatiran tidak dapat terpenuhi sehingga mengurangi bonus / insentif.
  4. Ketidakpastian. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya sehingga ketidakpastian dan keragu-raguan. Ketidakpastian akan semakin mengganggu ketika prosesnya (prosedur dan keahlian-keahlian baru yang harus dikuasai) juga belum jelas.
  5. Paradigma lama. Kurangnya informasi atau sengaja menolak / mengabaikan informasi-informasi yang baru, membuat seseorang tetap ”memelihara” paradigmanya yang lama. Misalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.

Faktor-faktor Penghambat Perubahan Organisasional
1.        Intertia / Kelembaman struktural.  Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
2.        Fokus terbatas terhadap perubahan, yaitu perubahan yang hanya memfokuskan pada sub-sistem tertentu, sehingga akibatnya akan dibatalkan oleh sub-sistem yang lain. Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian diubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
3.        Insertia / kelembaman kelompok, yaitu penolakan akibat ada kelompok-kelompok dalam organisasi, khususnya kelompok formal, yang normanya bertentangan dengan perubahan yang akan dilaksanakan. Walaupun individu mau mengubah perilakunya namun norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Misalnya sebagai anggota serikat pekerja. Walaupun sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
4.        Ancaman terhadap keluasan informasi. Terkadang sistem / budaya yang lama sengaja membatasi informasi yang masuk ke organisasi untuk menjaga kondusivitas, sedangkan perubahan dapat membuka akses informasi yang lebih luas, sehingga dikuatirkan dapat merusak suasana yang sudah kondusif.
5.        Status quo kekuasaan, yaitu kkekuatiran akan terjadi perubahan kekuasaan akibat perubahan sistem, dsb., Biasanya yang kuatir adalah para midle manager / supervisor.
6.        Ancaman terhadap alokasi sumber daya yang ada, yaitu kuatir akan terjadi pengurangan sumber daya, baik anggaran atau SDM, akibat perubahan. Misalnya penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar, dan juga pembelian sejumlah computer dapat mengurangi jatah anggaran pada pos lain.

Cara Mengatasi Penghambat Perubahan :
Dari yang paling dianjurkan (prioritas pertama) sampai yang paling tidak dianjurkan, kecuali kondisi sangat memaksa :
1.           Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya. Jika pada dasarnya hubungan atasan-bawahan sudah didasari kepercayaan dan kredibilitas timbal-balik, maka cara ini dapat berjalan dengan efektif. Oleh karena itu pembinaan hubungan atasan-bawahan sejak awal harus dilakukan secara intensif, jangan hanya kalau mau ada perubahan saja.
2.           Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan. Individu-individu akan sukar untuk menolak suatu keputusan perubahan, kalau mereka juga berpartsipasi dalam keputusan tersebut.
3.           Fasilitasi dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, berikan fasilitas-fasilitas dab pelatihan-pelatihan yang membantu mereka dalam mengatasi kekuatiran terhadap perubahan. Mis. memberikan training-2, konseling, sarana-prasarana yang diperlukan, dsb. Hal ini memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.           Perundingan / Negosiasi. Melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif atau imbalan yang bisa memenuhi keinginan mereka. Waspadalah, jangan sampai kelompok tersebut melakukan pemerasan.
5.           Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi yaitu hanya memberikan informasi-informasi yang menyenangkan dengan dilebih-lebihkan (memunculkan rumor yang sudah dimanilpulasi) dan menuntupi informasi yang dapat memunculkan kekuatiran. Kooptasi adalah mendekati tokoh-tokoh penentang untuk mendapat dukungan dengan cara memberikan kedudukan “penting” kepada pimpinan penentang perubahan. Waspadalah, jika ketahuan “memanipulasi” akan menurunkan kredibilitas organisasi dan menghancurkan perubahan.
Pemaksaan. Merupakan alternatif paling akhir dan kurang dianjurkan, yaitu dengan memberikan ancaman-ancaman dan hukuman-hukuman kepada pihak-pihak yang menentang. Waspadalah, hal ini dapat menimbulkan efek negatif terhadap organisasi jika tidak dapat membuktikan efektivitasnya.

Manajemen Perubahan


MANAJEMEN PERUBAHAN

Hasan Mustafa, 2001

      Dikaitkan dengan konsep ‘globalisasi”, maka Michael Hammer dan James Champy menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu customer, competition, dan change.[1] Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan.  Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
     

Masalah dalam perubahan

       Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
     Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.

Mengapa perubahan ditolak ?

     Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.[2]

Resistensi Individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.
KEBIASAAN . Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.

RASA AMAN

Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.

FAKTOR EKONOMI

Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.

TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI

Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.

PERSEPSI

Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.
   
   Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan.
INERSIA STRUKTURAL
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
INERSIA KELOMPOK KERJA
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
ANCAMAN TERHADAP KEAKHLIAN
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.

Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan[3]
1.     Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2.     Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
3.     Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.     Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5.     Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6.     Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.

Pendekatan dalam Manajemen Perubahan Organisasi
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah. Pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent [4].  Kalau digambarkan modelnya menjadi seperti di bawah ini.




           Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.

Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang  merasa kurang nyaman.

Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.

Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.



[1] Michael Hammer dan James Champy, Reengineering the Corporation : A Manifesto for Business Revolution, 1994
[2] Stephen P. Robbins, Organizational Behavior, Concepts, Controversies, and Application, 1991
[3] L. Coch dan J.R.P.French, Jr. “Overcoming Resistance to Change”, 1948
[4] Kurt Lewin, Field Theory in Social Science, 1951

Konsep, Keuntungan dan Kerugian Pasar Bebas Bagi Indonesia


KONSEP, KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PASAR BEBAS BAGI INDONESIA

Sistem pembangunan ekonomi Indonesia yang terpusat (Sentralisasi) selama ini harus diterima membawa Indonesia pada suasana yang kurang menguntungkan terutama dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan republik Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi.Suasana yang kurang menguntungkan dimaksud diantaranya munculnya ketidakpuasan masyarakat atas hasil-hasil pembangunan itu terutama bagi wilayah-wilayah yang memiliki produk domestik bruto (PDRB) yang surplus, masyarakat bebas merasa tidak bebas mengaktualisasi diri karena adanya kebijakan dan peraturan yang kurang berbasis pada tuntutan kebutuhan wilayah.
Untuk menyikapi situasi yang demikian serta berbagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi itu sendiri yaitu  tercapainya ketahanan ekonomi nasional menuju terciptanya masyarakat adil dan makmur, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No. 22 / 1999 dan Undang-undang No. 25 / 1999 yang disebut sebagai Undang-undang Otonomi Daerah.
Melalui undang-undang ini diharapkan gerak langkah pembangunan ekonomi dapat semakin terarah dan fokus sesuai dengan tuntutan yang berkembang menurut masing-masing wilayah, yang secara garis besar dapat dicapai melalui penekanan terhadap beberapa hal seperti : optimalisasi penggunaan sumberdaya yang berbasis pada karakteristik wilayah (red. daerah); pendekatan kelembagaan yang yang berbasis pada sumberdaya masyarakat, pemerintah daerah dan pelaku ekonomi lokal; pencapaian efektifitas penanganan sumberdaya melalui deregulasi peraturan dan kebijakan yang sesuai dengan sumberdaya unggulan wilayah; pencapaian efisiensi melalui deregulasi peraturan dan kebijkana serta restrukturisasi kelembagaan yang panjang, mencgah terjadinya pemusatan tenaga potensial dan masyarakat di wilayah yang memiliki aktifitas ekonomi yang cukup tinggi.
Undang-undang Otonomi Daerah ini tentu saja bukan hanya terfokus pada pengaturan masalah ekonomi, akan tetapi mencakup segenap aspek kehidupan masyarakat yaitu mengenai ketatanegaraan, pertahanan, sosial dan politik, sehingga tidak bisa diklaim bahwa keberhasilan pembangunan secara nasional hanya bertumpu pada pembangunan ekonomi. Namun tidak juga diingkari bahwa keberhasil pencapaian tujuan pembangunan ekonomi akan mendorong terciptanya masyarakat adil dan makmur.
Adapun tujuan dan sasaran secara umum dan spesifik Undang-undang Otonomi Daerah khususnya dalam bidang ekonorni tentu saja telah terrnaktub di dalam undang-undang tersebut. Tujuan dan sasaran inilah sebagai bahan acuan bagi masing-masing wilayah untuk menjabarkan dan mengaktualisasikannya dalarn peraturan perundang-undangan daerah dan petunjuk operasionalnya (teknis), sehingga apa saja yang menjadi tuntutan utama yaitu pengelolaan sumberdaya dan pemanfaatan hasil-hasilnya dapat lebih difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan (Wellfare) masyarakat sesuai dengan peransertanya.
Apabila kesempatan ini telah tercipta maka keketahanan ekonomi daerah akan tercapai dan tentu saja merupakan dasar dalam mencapai ketahanan ekonomi nasional.

Etika Bisnis dan tanggungjawab Sosial


ETIKA BISNIS DAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL

1.    Tanggungjawab perusahaan kepada : Pelanggan, Pekerja,  Pemegang saham, dan Kreditor, Lingkungan dan masyarakat.
2.     Menjelaskan biaya-biaya perusahaan yang dikeluarkan untuk pencapaian
3.     Tanggung jawab sosialnya.

Ibarat sebuah mobil, laju mobil penting untuk dapat mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan. Mobil melaju karena injakkan pedal gas pengemudinya dan berhenti kerena injakan pedal rem. Injakan pedal gas mobil diperlukan agar mobil dapat melaju dan injakan pedal rem diperlukan agar mobil melaju dengan selamat. Begitu pula sebuah perusahaan bergerak karena beraksinya sumber daya manusia bersama-sama sumberdaya yang lain. Agar aksi manajemen perusahaan berjalan selamat perlu memperhatikan etika bisnis dan tanggung jawab sosial. Etika dan tanggung jawab sosial perupakan rem perusahaan agar berkerja tidak bertabrakan dengan pemegang kepentingan perusahaan, seperti pelanggan, pemerintah, pemilik, kreditur, pekerja dan komunitas atau masyarakat. Hubungan yang harmonis dengan pemegang kepentingan akan menghasilkan energi positif buat kemajuan perusahaan.

FIRMA  DAN  MASYARAKAT  ALASAN  ATAS KODE  ETIK

1. Meningkatkan kepercayaan publik pada bisnis.
2. Berkurangnya potensial regulasi pemerintah yang dikeluarkan sebagai aktivitas kontrol.
3. Menyediakan pegangan untuk dapat diterima sebagai pedoman.
4. Menyediakan tanggungjawab atas prilaku yang tak ber-etika.

PERTIMBANGAN  TANGGUNG  JAWAB  SOSIAL

1. Pelanggan (Customers)
2. Pekerja (Employees)
3. Pemegang saham (Stockholders)
4. Kreditur (Creditors)
5. Masyarakat (Communities)
TANGGUNG  JAWAB  SOSIAL  KEPADA  PELANGGAN
( SOCIAL  RESPON  BILITY  TO CUSTOMERS )

1. Bagaimana Memastikan Tanggung jawab Bisnis :
    - Tetapkan kode etika.
    - Monitor keluhan pelanggan.
    - Memperoleh umpan balik pelanggan
2. Bagaimana memastikan tanggungjawab Pemerintah :
    - Peraturan Keamanan Produk.
    - Peraturan Periklanan.
    - Peraturan Persaingan Industri.

TANGGUNGJAWAB SOSIAL KEPADA  PEKERJA
(SOCIAL RESPONBILITY TO EMPLOYEES)

1. Keamanan Pekerja (Employee Safety)
    - Memastikan Tempat kerja yang aman bagi pekerja.
2. Perlakuan pekerja
    - Memastikan tidak ada diskriminasi.
3. Kesamaan kesempatan (Equal Opportunity)
    - Kesamaan Kesempatan/Hak sipil
4. Bagaimana memastikan tanggung jawab Bisnis :
    - Keluhan Prosedur.
    - Kode etik.
    - UU Ketenaga kerjaan

TANGGUNGJAWAB  SOSIAL KEPADA KREDITOR
(SOCIAL RESPONSIBILITY TO CREDITORS)

1. Kewajiban Keuangan.
2. Informasikan kreditur jika mempunyai permasalahan keuangan

TANGGUNG JAWAB SOSIAL KEPADA L I N G K U N G A N
( SOCIAL RESPONSIBILITY TO THEENVIRONMENT )

1. Pencegahan polusi udara:
    - Peninjauan kembali proses produksi.
    - Petunjuk Penyelenggaraan pemerintah
2. Pencegahan polusi daratan:
    - Peninjauan kembali proses produksi dan pengemasan.
    - Menyimpan dan mengirim barang sisa beracun ke lokasi pembuangan

TANGGUNGJAWAB SOSIAL KEPADA MASYARAKAT
 (SOCIAL RESPONSIBILITY TO COMMUNITY)

1. Sponsori peristiwa masyarakat lokal.
2. Sumbangkan kepada masyarakat tidak mampu.
Tanggung jawab sosial perusahaan sangat erat kaitannya dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

·         Apakah memang perusahaan punya tanggung jawab moral dan sosial ?
·         Kalau ada, manakah lingkup tanggung jawab itu ?
·         Apakah, terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan itu, perusahaan perlu terlibat dalam kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat atau tidak ?
·         Bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan itu dapat dioperasionalkan dalam suatu perusahaan ?

1.  Syarat bagi Tanggung Jawab Moral
·         Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional
·         Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun namanya
·         Orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu

2.  Status Perusahaan
  • Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena itu ada hanya berdasarkan hukum
  • Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif
Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya (Milton Friedman,The Social Responsibilities of Business to Increase Its Profits, New York Times Magazine,13-09-1970)
·           Anggapan bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral sama saja dengan mengatakan bahwa kegiatan perusahaan bukanlah kegiatan yang dijalankan oleh manusia
·           Tanggung jawab moral perusahaan dijalankan oleh staf manajemen
·           Tanggung jawab legal tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral
Sesungguhnya, pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang memikul tanggung jawab sosial dan moral perusahaan ini, melainkan seluruh karyawan….

3.  Lingkup Tanggung jawab Sosial
  • Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas
  • Keuntungan ekonomis

4.  Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
  • Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya
  • Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan
  • Biaya Keterlibatan Sosial
  • Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial

5.  Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
  • Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah
  • Terbatasnya Sumber Daya Alam
  • Lingkungan Sosial yang Lebih Baik
  • Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan
  • Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna
  • Keuntungan Jangka Panjang

6.  Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
  • Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur mengikuti strategi
  • Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu
Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit Sosial